Sabtu, 13 Oktober 2012

Perhiasan Hilang Akibat Sifat Sombong


Kisah ini terjadi sekitar 11 tahun yang lalu sewaktu saya bekerja di salah satu pabrik di Jakarta, sebut saja pabrik switer. Saat itu jabatan saya di pabrik sebagai kepala regu (pelatih, teacher). Semenjak bekeja di pabrik ini, entah kenapa mulut ini susah sekali dikendalikan. Saya selalu marah-marah tanpa alas an, bicara apa saja, pokoknya segala sesuatu yang tidak penting pun saya omongin.

Setiap ada kesalahan sedikit, seperti ukuran kurang atau lebih pendek, maka aku langsung marah-marah, “ah.. ini sih,. gagal,” celetuk mulut ini yang mudah sekali menggagalkan kerjaan teman-teman. Dan setiap yang gagal, terpaksa harus di gulung ulang menjadi benang lagi dan dibuat kembali. Sebaliknya, apabila ukurannya kepanjangan, saya juga marah. Pkoknya saya selalu ngomel apa saja karena tidak ada yang pas. Saya juga sering mengeluh, capeklah ngukur, capeklah ini, itu…. Dan terkadang tidak cukup hanya satu kali ngukur. Padahal, kalau dipikir-pikir kenapa harus mengeluh, sementara itu semua adalah tugas saya sebagai teacher.
Saat itu saya selalu mencari perhatian dari para atasan (bag staf personalia, mister, misis). Apabila anak buah saya yang kurang memenuhi target, bekerja sambil mengobrol, atau sambil makan, saya langsung adukan ke mister. Jadilah anak buah saya itu mendapat masalah, terkena SP (Surat Peringatan). Melihat itu semua hati saya senang sekali karena setelah itu aku pasti mendapat hadiah atau bonus (uang jajan) dari mister.
Setiap hari saya selalu bertingkah laku sombong, sok pamer, hingga saya selalu memakai semua perhiasan yang saya punya, kalung yang panjang 10 gram, cincin yang banyak sampai jari penuh, gelang yang gemerincing, seakan-akan took emas berjalan. Setiap kali mengukur rajutan, saya selalu memamerkan perhiasan itu kepada anak buah. Ini belinya disana, harganya segini, ini dan itu. Saking banyaknya ngomong, anank buah yang antri ngukur tidak senang melihat saya. Ada yang mencibir, ada yang berkata dalam hatinya, tetapi mereka hanya bisa diam karena tidak ada yang berani pada saya.
Saya sering bicara apa saja, ngalor ngidul. Bahkan saya sempat ngomong bosan, cape bekerja disini, anak buahnya (orangnya) bodoh-bodoh, susah diatur. Saya sih, mau keluar saja, uang saya sudah banyak, perhiasan banyak, hidup saya enak. Diantara mereka yang mendengar, banyak yang merasa dongkol di hatinya. Jadi orang kok sombong banget. Ada pula yang bersyukur karena mendengar kalau saya mau keluar.
Suatu hari, saat saya mau pulang dari pabrik, kalung saya (10 gram) hilang. Saya langsung mencarinya kemana-mana. Esok pagi harinya, saya menanyakan ke semua pegawai, ada yang menemukan kalung saya tidak?, pokoknya pagi itu di gemparkan oleh berita hilangnya kalung saya itu. Saya mencari dengan segala mcam cara untuk menemukannya. Saya sempat menanyakan kepada orang pintar, siapa yang mengambil atau menemukannya, lalu saya di anjurkan untuk puasa.
Saya puasa setiap hari, dan saya pun masih tetap sombong. Saya sampaikan kalau saya sedang puasa. Seakan-akan sayalah orang yang paling rajin. Padahal, saya sudah mendapat peringatan dari Allah swt. Namun, kenapa saya masih tetap sombong dan semakin sombong.
Ada salah satu teman saya yang selalu menasehati agar tidak bersikap sombong. Semula saya pun tak pernah menghiraukan nasehatnya. Tetapi, karena kesabaran teman saya itu dan tanpa mengenal bosan, akhirnya hati saya pun luluh dan sabar. Allah swt telah membuka pintu hati saya. Dia telah member saya hidayah. Akhirnya, saya menyesali semua yang telah saya lakukan. Saya bertaubat kepada Allah, tuhan yang Maha Esa.
Dua minggu kemudian, saya pindah kerja ke bandung. Bila mengingat semua itu, saya selalu menjadikannya sebagai pelajaran yang amat berharga. Semoga dari kisah saya ini, sahabat yang membacanya bisa menjadikan sebagai pelajaran dan dapat mengambil hikmahnya. Amin!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar